Mau diapakan lagi ?
Bukankah waktu tak mampu kembali ??
Tak pernah peduli seberapa besar penyesalanmu...
Seberapa banyak air matamu
Dan seberapa jauh kau menelusuri masa lalumu
Waktu tak kan peduli ....
Dan aku benci itu...
Aku benci keterpaksaan..
Aku benci dimonopoli..
Dan aku benci jalan hidup yang terjerat ??
Apa ?
Apa yang dapat kalian lakukan?
Bukankah kalian tak pernah peduli ...
Padaku???
Bukankah kalian hanya menganggapa aku ada..
Disaat kalian membutuhkanku??
Apa bedanya?
Apa bedanya aku dengan pohon tebu ?
Yang terhisap dalam mulut-mulut rakus...
Dan terbuang saat tak dibutuhkan...
Aku tak menyesali hidupku...
Tidak pernah...
Hanya satu yang kubenci...
Aku benci topeng kemunafikanmu.......
hehehe... emang nggak terlalu berkualitas sih... tapi lumayanlah buat ngerefresh otak yang sumpek gara-gara pelajaran eksak ^,^
selamat menikmati ....
bagi yang mau download diijinkan kok... :))
Suatu hari Tika sang ayam sedang mencari makan di
sawah. Paruhnya mengais-ngais biji padi yang tertinggal disawah. Karena sawah
itu telah dipanen, maka hanya sedikit biji padi yang bisa dimakan Tika. Diapun
terus menyusuri setiap petak sawah untuk mencari makan. Namun, biji padi yang
didapatkannya tidak sebanding dengan kelelahan yang dia rasakan. “Hheeh..
capeknya mencari makan disawah ini! Aku telah mengelilingi petak-petak sawah
ini, tapi hanya sedikit padi yang kumakan.” Keluh Tika kemudian. Tika pun memandang
kearah langit. Dia membayangkan dirinya bisa berada diangkasa dan berpetualang
mengarungi langit yang biru itu.
“Andai, sayapku ini bisa kugunakan untuk terbang,
pasti aku tidak merasa kelaparan lagi, karena aku bisa berburu biji padi ke
sawah-sawah didaerah lain yang belum dipanen.” Ucap Tika. Setelah Tika berkata
seperti itu, datanglah Rani si merpati yang sombong. Rani baru saja berburu biji
padi di sawah desa sebelah. “Hahahaha.. kamu masih lapar ya? Kasihan sekali
nasib kamu Tika! Kamu tidak bisa terbang sepertiku! Hahahaha !” Ejek Rani
setelah dia mendarat di dekat Tika.
Tika sedih diejek seperti itu oleh Rani. Tika pun
pergi begitu saja. Dia kembali membayangkan dirinya bisa terbang seperti Rani. Tika
pun menangis, karena dirinya tidak bisa seperti Rani.
Esoknya, Tika berjalan-jalan ke tanah lapang. Dia
berniat untuk berburu belalang di tanah lapang itu. Tika sangat senang ketika
sampai di tanah lapang itu. karena disana, dia melihat banyak belalang yang
sedang mencari makan.
Tika pun berlari kesana-kemari memburu
belalang-belalang itu. Namun, belalang-belalang itu dapat meloncat dengan
lincah dan tinggi, sehingga Tika kesulitan untuk menangkapnya. “Ternyata,
menangkap belalang itu juga susah, mereka sangat lincah sekali !” Kata Tika.
Sementara itu, Rani yang sedari tadi menunggu
anak-anaknya yang masih bayi berada disarang diatas pohon dekat tanah lapang
itu mengamati Tika. Rani kemudian terbang dan mendatangi Tika. “Hahaha,,, kamu
pikir menangkap belalang itu gampang? Belalang itu lincah ! susah menangkap
mereka, hahaha!” Ejek Rani lagi. “Kalau saja kamu itu bisa jadi sepertiku, kamu
bisa terbang kesana-kemari, pasti kamu akan mudah mendapat makanan, hahahaha.”
Tambah Rani.
Setelah berkata seperti itu, Rani terbang ke angkasa.
Dia ingin mencarikan makanan untuk anak-anaknya. Namun, belum lama Rani
terbang, tiba-tiba ada angin yang cukup kencang berhembus. Angin itu membuat
sarang anak-anak Rani jatuh dari pohon.
“Ciya...Ciya...Ciya..!” Teriak anak-anak Rani
meminta pertolongan. Teriakan anak-anak Rani itu didengar oleh Pito si ular
kobra yang jahat. Pito pun menghampiri sarang itu dan berniat untuk memakan
anak-anak Rani.
“Hahaha... beruntung sekali aku hari ini!” Seru Pito
girang. “Karena ibumu sedang tidak ada, maka aku dengan mudah bisa memakanmu,
hahaha!” ucap Pito lagi. Pito mulai mendekati anak-anak Rani.
“Hey,, Berhenti !” Teriak Tika yang melihat Pito
mendekati anak-anak Rani. “Jangan makan anak-anak merpati itu! mereka anak-anak
sahabatku !” Larang Tika. “Siapa kamu? Berani-beraninya kamu mengganggu
urusanku!” Ucap Pito marah.
Pito yang merasa terusik dengan kedatangan Tika,
dengan kemarahan yang besar bergerak mendekati Tika. Pito mulai menegakkan
badannya. Mulutnya mulai menyemburkan bisa beracun pada Tika. Namun, Tika dapat
menghindari semburan bisa Pito.
Pito semakin marah. Akhirnya dia pun menyerang Tika
dengan membabi buta. Tika melawan setiap serangan Pito dengan sekuat tenaga.
Namun, kekuatan Pito tidak sebanding dengan kekuatan Tika. Tika terlalu lemah
untuk menghadapi Pito.
Setelah melihat Tika yang terluka parah, Pito pun
menghentikan serangannya. “Hahaha... ternyata hanya nyalimu yang besar,
kekuatanmu sangat lemah !” Ejek Pito kemudian. “Apa yang bisa kau lakukan
sekarang?”Hardik Pito lantang kepada Tika.
“Aku mohon, jangan makan anak-anak merpati itu!
mereka masih terlalu kecil, jadi biarkan mereka hidup! Sebagai gantinya kau
boleh memakanku.” Ucap Tika memohon pada Pito. “Hhem.. baiklah jika maumu
seperti itu. Aku tidak akan memakan anak-anak merpati itu, tapi aku akan
memakanmu!” kata Pito.
Selanjutnya Pito pun memakan Tika dengan lahap.
Hanya tulang-tulang dan bulu-bulu Tika yang tersisa di sekitar sarang anak-anak
Rani.
Rani yang mengetahui Pito berada dekat pohon tempat
sarangnya begitu khawatir dengan keadaan anak-anaknya. Namun, Rani merasa lega
begitu mengetahui anak-anaknya selamat.
“Bersyukurlah, karena kau memiliki sahabat ayam yang
kumakan ini. Dia rela mati demi anak-anakmu!” Ucap Pito sebelum dia
meninggalkan sarang Rani.
Rani pun langsung menangis mendengar ucapan Pito.
Dia menyesali perbuatannya yang sangat jahat pada Tika. Dia menyesal karena
selama ini dia selalu mengejek Tika. Tapi Tika tidak pernah membalas ejekan
itu. Bahkan, dia rela mati demi menyelamatkan nyawa anak-anak Rani.
“
Cinta itu rumit. Karena ketika kau telah memilikinya, kau harus membuatnya
nyaman disisimu. Cinta itu akan mati jika kaumencekiknya terlalu kuat, namun dia akanlepas jika kaumelonggarkan
genggamanmu”
Tangan
Sandra berhenti menulis saat dia melihat Revan, sahabat sekaligus orang yang
dicintainya sejak dulu, berada di salah satu bangkutaman bersama Nila. Ya, Sandra hanya bisa
mencintainya, bukan memilikinya. Karena sebulan yang lalu Revan pacaran dengan
Nila, cewek paling populer disekolahnya.
Pikiran
Sandra mulai panas, melihat tangan Revan yang membelai lembut rambut Nila.
Sesaat kemudian Revan berdiri didepan Nila dan membacakan puisi cinta yang
indah yang telah ditulis Sandra dengan susah payah kemarin. Sandra merasakan
Paru-parunyasulit untuk bernafas.
Matanya mulai menghangat dan air mata mulai membasahi sudut matanya. Pikirannya
melayang saat kemarin Revan memuji puisi cinta yang baru saja dibuatnya. Kemudian
Revan memohon padanya meminta puisi itu untuk dia simpan. Sandra pun memberikan
puisi itu, walaupun sebenarnya dia menulis puisi itu dengan susah payah untuk
dia kirimkan ke sebuah redaksi majalah terkenal. Tapi ternyata, puisi itu bukan
untuk disimpan, melainkan untuk diberikan pada Nila.
Sandra
punsegera beranjak dari bangku taman
yang dia duduki itu. Dia bergegas berlari ke toilet. Tangisannya tak terbendung
lagi. “kenapa kamu harus menangis Sandra? Bukankah kamu tau sejak dulu Revan
hanya menganggapmu sahabat? Tidak pernah lebih dari itu ! sebanyak apapun kamu
berkorban untuk dia, kamu nggak akan pernah bisa memiliki hati dia ! Sadarlah
Sandra ! siapa dirimu ?kamu itu nggak
ada pa-apanya dibandingin Nila! berani-beraninya kamu mencintai Revan ? dan
parahnya kamu masih nekat mencintai dia meskipun kamu tau Revan milik Nila !!!
kamu itu bodoh Sandra ! sangat bodoh !! Apa lebihnya dirimu dibandingin Nila?”
Sandra
merutuki dirinya sendiri. Dia merasa begitu bodoh selama ini mengharapkan cinta
Revan untuknya. Dia melihat bayangan wajahnya di cermin. Wajahnya sangat
berantakan. Rambutnya yang panjang acak-acakan danmatanya terlihat sembab. Dia segera mencuci
mukanya. Setelah agak tenang diapun keluar dari toilet.
“Sandra
!” panggil Beny saat melihat Sandra keluar dari toilet. Sandra menoleh dan
berusaha tersenyum melihat Beny. “Kamu habis nangis ya?!” Tanya Beny kemudian
setelah mereka berdiri berhadap-hadapan.
“Hahaha..
enggak,, aku nggak nangis, aku tadi kelilipan, terus aku kucek pake
tangan,,ee.. malah jadi perih.”Jawab
Sandra bohong.
“oo..kalo
gitu, ikut aku yuk! Aku mau tunjukin sesuatu ke kamu! Siapa tau habis itu mata
kamu sembuh!” Ucap Beny. Tanpa persetujuan Sandra, Beny langsung menggandeng
tangan Sandra dan mengajaknya ke belakang sekolah. Di belakang sekolah itu, ada
pagar pembatas luar lingkungan sekolah.Sandra agak merinding ketika tau Beny
mau mengajaknya ke belakang sekolah. Karena selama ini dia dan semua murid SMA
Kartini sangat percaya pada cerita mistis tentang halaman belakang sekolah itu.
Dengan cekatan Beny membuka kunci pintu pagar itu. Sandra takjub melihat
pemandanganyang ada di balik pagar itu.
“Wow....
gila.. bagus banget Ben!!” serunya kemudian
“haha...keren
kan San?!” balas Benysenang.
Di
balik pagar itu rerumputan kecil yang disekitarnya ada pohon-pohon menjulang
tinggi, memang terlihat angker, tapi indah bagi Sandra. Di salah satu sudutnya
ada gundukan tanah mirip bukit kecil yang ditumbuhi rumput-rumput kecil. Di
dekat bukit kecil itu ada pohon trembesi yang besar, sehingga bukit kecil itu
teduh.
Benytersenyum kecil melihat Sandra yang takjub
melihat tempat favoritnya itu. Beny pun kembali menggandeng tangan Sandra dan
mengajaknya berjalan ke atas bukit kecil itu.“Welcome to bukit bolos Sandra !
di sini tempat favorit aku kalo aku lagi males dengerin guru ceramah! Hehehe.”
sambut Beny.
“Ben,
gimana caranya kamu bisa berani kesini? Bukannya tempat ini terkenal angker
?”tanya Sandra penasaran.
“Hahaha..
akuitu orangnya nggak gampang percaya
sama cerita horor, jadi akucoba buktiin
sendiri. Ternyata itu Cuma cerita kan?? Tempat sekeren ini dibilang horor!”
jawab Beny santai.
Sandra
terlihat senang ada di bukit itu. Dia berdiri dan merentangkan tangannya ke
arah angin berhembus. Matanya terpejam menikmati suasana dibukit itu. Rambutnya
yang panjang berkelebat diterpa angin. Beny duduk dibawah pohon trembesi di
bukit itu. Sebenarnya dia tau apa yang sedang dirasakan gadis yang dicintainya
itu. Dia tau bahwa Sandra menyukai Revan. Dan dia tau Sandra berbohong padanya
tadi. Beny tersenyum senang, melihat wajah Sandra yang begitu damai menikmati
hembusan angin. Dalam hatinya terbesit keingingan untuk menyatakan perasaanya
pada Sandra.
“sandra...
sandra... seandainya kamu mencintaiku
pasti kamu tidak akan menangis seperti tadi.” Gumamnya kemudian.
“Ben,
kamu ngomong apa tadi, aku nggak denger ?” ucap Sandra tiba-tiba.
“Eh?
Nggak.. aku nggak ngomong apa-apa, emm, mata kamu udah sembuh?” ucapnya salah
tingkah.
“ha?mata? emang kenapa mata aku?” Sandra lupa
pada bohongnya.
“lho?
Bukannya tadi kamu bilang mata kamu kelilipan?”
“o,,
o iya,, udah,,udah sembuh kok, hehe..” jawab Sandra dengan salah tingkah pula.
Sebenarnya Sandra tau apa yang baru saja diucapkan Beny. Dia hanya
berpura-pura. “kenapa aku harus jatuh cinta ke Revan ya? Padahal aku tau, Revan
itu Cuma ada dideketku kalo dia butuh bantuanku. Sedangkan Beny, dia selalu
setia ngehibur aku setiap saat.”Batin Sandra.
“woe..!!
kok bengong!” seru Beny di dekat telinga Sandra.
“Ben
kamu sering ngajak cewek kesini ?” tanya Sandra kemudian.
“hahaha,
ya enggak lah, sebelumnya aku nggak pernah ngajak siapapun kesini. Kamu tamu
pertama aku di bukit bolos ini.” Jawab Beny dengan senyum lembut di bibirnya,
membuat wajah cowok itu terlihat sangat manis. Sejenak Sandra memperhatikan
wajah Beny. Ada guratan rindu di wajah itu. Sandra menghela napas, “Ben, kenapa
aku nggak jatuh cinta ke kamu ya?” Bantinnya lagi.
@@@
Seminggu
kemudian Beny mengajak Sandra ke sebuah kafe. Mereka duduk di meja dekat
jendela di kafe itu. kafe itu tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi. Hal
itu memungkinkan Sandra mengamati seluruh pengunjung kafe. Tiba-tiba matanya
berhenti pada sosok gadis cantik yang seumuran dengannya, berambut panjang, dan
memakai bando biru. “Eh, Ben, itu Nila kan?” tanyanya pada Beny sembari menunjuk
ke arah tempat duduk Nila. Beny pun mengikuti arah tangan Sandra. “Heeh, itu
Nila, sama siapa ya dia kesini? Pasti sama Revan!” ucap Beny sambil
mengaduk-aduk jus jeruknya. Sesaat kemudian ada seorang cowok yang baru masuk
kafe itu. cowok itu berjalan mendekati Nila dan mencium kening Nila. Nila
begitu gembira melihat cowok itu datang.
“Ben,
itu bukan Revan kan?” tanya Sandra lagi.
“Iya,
itu bukan Revan!” Jawab Beny santai.
Merekapun
kembali mengamati Nila dan cowok itu. Nila terlihat sangat akrab dengan cowok
itu. Bahkan, sesaat kemudian, si cowok itu ngeluarin kotak kecil dari sakunya.
Diapun membuka kotak itu, dan ternyata, kotak itu berisi cincin.Nila tersenyum
gembira melihat surprise itu, si cowok pun memakaikan cincin itu di jari manis
Nila. Sandra terlihat shock dengan apa yang baru dilihatnya.
“Nila,
kamu jahat banget sih?! Kamu nggak kasihan apa sama Revan?” gumamnya kemudian.
Sementara Beny terlihat santai dengan semua yang dilihatnya. Seolah-olah dia
sudah biasa melihat kelakuan Nila. Nafas sandra tak beraturan karena emosi.
Diapun mengajak Beny keluar dari kafe itu.
“Ben,
kasih tau Revan nggak ya? Aku kasihan sama dia, Ben?!” tanya Sandra setelah
mereka dalam perjalanan pulang.
“jangan
San, biar Revan tau sendiri. Ntar kalo kamu kasih tau dia,pasti dia nggak
percaya!”
“Iya
sih Ben! Aku masih nggak percaya kalo Nila itu kayak gitu !”
“yaelah,San,
kemana aja kamu? Kok baru tahu Nila kayak gitu?!”
“maksud
kamu?” tanya Sandra heran.
“Nila
itu dari dulu kayak gitu, dia itu mau pacaran sama Revan, Cuma biar dia bisa
tambah eksis disekolah.”
“ha?
Yang bener? Gimana kamu bisa tau? Kamu ngomong kayak gitu bukan karena kamu
diem-diem suka sama dia kan?”
“hahahaha,
ya enggaklah ! Nila itu temenku sejak TK. Dia juga masih saudara sama aku. Aku
nggak suka sama dia,San.”
“oh,
ya? Lalu kamu suka sama siapa dong?” tanya Sandra yang tambah heran dengan
jawaban Beny.
“mmm,
aku suka kamu, San!” jawab Beny santai.
“ha?
Hahahaha... kamu itu nyebelin banget, aku tanya serius kamu malah bercanda,
hahaha!” balas Sandra renyah. Dia mengira perkataan Beny itu hanya joke belaka.
Beny terdiam mendengar jawaban Sandra. “itu berarti kamu nolak aku,San !”
batinnya kemudian.
@@@
Sore
itu Revan membeli setangkai mawar merah untuk Nila. Wajahnya terlihat segar dan
gembira. Hari itu adalah hari ulang tahun Nila. Sebuah kalung yang indah
terbungkus rapi didalam kotak kado berbentuk hati yang telah disiapkan Revan.
Dengan semangat dia memacu motornya ke rumah Nila. Lima belas menit kemudian,
Revan telah memasuki halaman ruamah Nila. Rumah itu terlihat rapi dan indah
walaupun mungil. Pintu depan rumah sedikit terbuka. Revan pun memutuskan untuk
langsung masuk kerumah Nila tanpa mengetuk pintu.
Baru
dua langkah memasuki rumah itu, kepala Revan bagaikan disambar petir disiang
hari bolong. Dia melihat Nila berciuman diruang tamu dengan seorang cowok yang
tidak dikenalnya. Kado dan bunga mawar yang dipegangnya jatuh ke lantai. Nila
dan si cowok itu kaget melihat kedatangan Revan. Tanpa sepatah katapun Revan
keluar dari rumah itu, dan memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Malangnya,
saat di tikungan, dia tidak mampu mengendalikan motornya. Diapun menabrak pohon
besar di tepi jalan. Tubuhnya terpental cukup jauh, dan kepalannya membentur
trotoar. Revanpun tak sadarkan diri.
@@@
Sudah
dua jam Revan ada di UGD. Kedua orangtuanya, Sandra, dan Beny terlihat panik
menunggu pintu UGD terbuka.“keadaan
Revan baik-baik saja. Hanya saja kedua matanya mengalami gangguan akibat
benturan di kepalanya, yang menyebabkan Revan buta. Tapi hal itu bisa diatasi
jika ada donor mata yang rela memberikan matanya untuk Revan.” Jelas dokter
yang baru saja keluar dari ruang UGDpada kedua orang tua Revan. Mama Revan langsung pingsan mendengar
keadaan Revan. Sandra terduduk lemas tak percaya mendengar kondisi Revan.
Satu
jam kemudian Revan siuman. Saat membuka mata perlahan-lahan, dia merasa
sekitarnya gelap. Sangat gelap. Tanpa ada cahaya disekitarnya. Dia mulai
bingung, pikirannya melayang pada hal-hal yang tidak dia inginkan. Sandra dan
Beny yang tau Revan sadar segera menghampiri tempat tidur Revan.
“Van,
kamu udah sadar,ya?” tanya Sandra lembut. Revan yang mengenali suara Sandra
langsung duduk di tempat tidurnya. “Sandra, kamu dimana? Kenapa semuanya gelap?
Ini jam berapa sih? Mati lampu ya?” cerocos Revan penasaran.
Sandra
menutup mulutnya dengan telapak tangannya menahan tangis. Dia menarik napas
pelan-pelan berusaha menguatkan dirinya sendiri untuk memmberi tahu keadaan
Revan. “Van, aku disamping kamu. Sekarang udah jam 9 malam, tapi nggak mati
lampu.” Sandra mulai terisak. Beny yang berdiri di samping Sandra pun mulai
menitikkan air mata. “kenapa semuannya gelap,San?” tanya Revan lagi. “ka..
kamu.. kamu buta Revan, kamu tadi kecelakaan dan kepalamu membentur trotoar.”
Sandra tak kuasa lagi menahan tangisnya. Butiran-butiran air mata membasahi
pipinya. “Nggak.. nggak mungkin... pasti kamu bohong kan?” ucap Revan tak
percaya, dia shock dan kembali tak sadarkan diri.
@@@
Revan
duduk dilantai bersandar ke tempat tidur kamarnya. Kakinya ditekuk kedada
dengan tangan melingkar ke kaki itu. Bayangan-bayangan kejadian sebelum
kecelakan itu kembali melintas di otaknya. Tangannya mengepal erat. Dia merasa
begitu jengah menjalani hidup. Diapun teringat semalam mamanya membawakan apel
dengan pisau buah ke kamarnya. Diapun berjalan menuju meja dia samping tempat
tidurnya. Tangannya meraba-raba meja itu, dan diapun menemukan pisau itu
disana. Revan kembali ketempat semula. Tangan kanannya menyibak lengan baju
kirinya. Lalu tangan kanannya mengambila pisau buah itu dan siap mengadunya
dengan pergelangan tangan kirinya. Matanya terpejam, dia mulai meletakkan mata
pisau itu dilengan kirinya. Disaat yang bersamaan, Sandra yang kebetulan
menjenguk kerumahnya, shock begitu membuka pintu kamar Revan. “Revan...!!! apa
yang mau kamu lakukan?” teriak Sandra histeris. Diapun langsung merangkul
Revan, menangis sejadi-jadinya dipundak Revan. Revan tak bereaksi. “aku ngerasa
hidup aku udah nggak ada gunanya,San. Aku udah kehilangan cewek yang aku
sayang, aku juga kehilangan mata aku. Jadi buat apa aku hidup?” ucap Revan
datar. “Van, kamu jangan gila! Bunuh diri itu nggak bakal nyelesaiin masalah!”
ucap Sandra terpengaruh emosi. “lalu apa yang harus aku lakuin? Hari gini nyari
donor pasti susah! Dan aku nggak siap
kalo harus buta selamanya. Lebih baik aku mati,San!” balas Revan yang kembali
mengambil pisau itu. “Van !! kamu nggak boleh bunuh diri. Oke, aku janji lusa
kamu bakal dapat donor. Kamu percaya sama aku. Kalo lusa kamu belum dapat
donor, kamu boleh bunuh diri!” setelah berkata seperti itu Sandra pun keluar
dari Rumah Revan.Dia pulang kerumahnya
dan menuju kamarnya. Sesampainya kekamar dia mencari-cari kertas dan polpen.
Diapun mulai menulis 2 buah surat.
“Ayah,
Bunda maafin semua kesalahan Sandra ya? Maafin Sandra, karena Sandra harus
ninggalin kalian dengan cara seperti ini. Sandra mohon, setelah Sandra pergi,
berikan mata Sandra untuk Revan. Sandra sayang kalian semua.”
Setelah
menulis surat itu Sandra pun menggenggam erat surat itu ditangan kirinya.
Diapun mengambil gunting yang ada diatas meja belajarnya. Sandra berbaring
diatas tempat tidurnya, matanya terpejam, tangan kanannya menusukkan gunting
itu ke perutnya. Diapun merasakan rasa nyeri yang hebat. Darah segar mengalir
deras dari perutnya. Dia tersenyum melihat darah itu. kepalanya mulai terasa
berat. Sekujur tubuhnya terasa dingin. Wajahnya memucat, dan dia pun akhirnya
pergi.
@@@
Revan sedang duduk di bibir kolam
renang di rumahnya. Separuh kakinya masuk kedalam kolam. Setelah matanya di
operasi dia terlihat semangat menjalani hidup. Matanya menerawang ke dasar
kolam. Dia belum tau bahwa mata yang dimilikinya adalah milik Sandra. Sesaat
kemudian Beny muncul dari arah belakangnya. Tangannya membawa sebuah buku
bersampul hitam yang cukup tebal dan sebuah surat. Revan yang melihat
kedatangan Beny tersenyum menyapanya. “Kenapa baru kesini sekarang,Ben? Sandra
mana?” tanya Revan kemudian. Beny tidak menjawab pertanyaan itu. Dia merasa
muak melihat Revan. Cowok itulah yang menyebabkan cewek yang dicintainya mati.
Beny pun memberikan buku hitam dan surat yang dibawanya.Buku hitam itu ternyata
adalah diary Sandra. Revan bingung mendapat buku itu. Dia membuka buku itu.
Revan terkejut, Karena hampir semua isi buku itu adalah puisi Sandra untuknya.
Dia melanjutkan membuka surat yang dibawa Beny. Tulisan sandra dalam surat itu
cukup singkat.
“Revan, aku menepati janjiku, semoga mata ini dapat
menjadi cahaya untukmu”
Revan baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
Air matanya meleleh. “Sandra, kenapa aku tidak pernah menyadari kau mencintaiku?”
sesalnya.